
fa punya banyak teman, tapi tak banyak yang bisa membuatku merasa benar benar dekat di hati, sejak perpisahan dengan ketut kemudian ditinggal idash kuliah di Surabaya fa merasa benar benar hampa, patah hati berkepanjangan. Tak ingin mempunyai ikatan batin & kedekatan hati dengan yang namanya sohib baru. Apapun alasannya, perpisahan selalu menyakitkan
Sampe akhirnya kira kira setahun lalu saat di internet. Belakangan fa merasa ada yang nyaingin jadi penghuni sejati inet yang berjenis kelamin ce. Gadis jilbab anteng banget, lain dari faya yang kalo ceting ekpresinya bisa spontan keluar kemana mana.
Kami sering pulang bareng, kostum juga sering senada tapi tetep aja nggak kenal.
Saat itu inet lg sepi, usernya cuma kami berdua, tiba tiba aja fa lg kumat agresifnya, ngajakin pulang bareng. Akhirnya kenalan & cocok. Namanya madiha, arab buanget. Saat itu…kami sama sama sok tau, saling tembak suku. Fa bilang dia org jawa, dia bilang fa org arab, heuheu ternyata kebalik. Ujung ujungnya ketahuan klo kami dulu sering 1 kelas, dia yg ngerti faya "kamu yg suka datang telat trus duduk paling depan itu kan" kata diha, haha
Diha yang pendiam, pokoe anteng lah, cool banget. Si kaca mata yang gemar desain grafis. Coba kalo fa jadi co, dia udah tak pinang dari dulu hihihi
Sekitar bulan juni kemaren, saat kami pulang kampus, tiba tiba dia pamit mo pigi Bali. ngomongnya pas kami sampe gerbang. Mana ringan banget, dengan makna implisit. Terang aja fa nggak konek, begitu ngerti tetep aja fa pikir dia Cuma becanda, paling juga diha ke bali Cuma liburan di rumah tantenya.
Begitu tahu yang sebenarnya fa merasa kehilangan sebelum benar benar hilang, langsung nangis. Persahabatan yang cuma setahun, tapi rasanya begitu dalam. Apalagi perpisahan yang ini motifnya nggak jauh beda dari yang sebelumnya dengan durasi waktu yang sama. Mungkin tidak akan begitu menyakitkan kalau kami dipisahkan oleh waktu, paling tidak ada sesuatu dalam diri yang telah terurai, bukan dadakan macam gini
Hari hari terakhir kami lewati bersama sama, saat pulang kami mesti transit di seberang kampus, berbincang bincang, tukeran pesan terakhir sampe magrib, baru kami beranjak.
Fa masih ingat, diha paling suka pake kompi nomor 6 (awal perpisahan fa nggak pernah melirik kompi laen selaen no.6), kami sering ke musholla bareng, berdiri di dekat tangga lantai 2, mam baso pak to, jalan jalan kesana kemari yang ujung ujungnya mesti masuk wnet. bahkan fa masih ingat siapa siapa oknum yang suka gangguin keasikan diha dalam beraktifitas, menu makan yang dia pilih saat berkunjung ke kos.
Waktu itu hari jum’at, hari terakhir kebersamaan kami. Seperti biasanya, tiap hari jum’at berarti waktunya diha mengadakan kunjungan rutin ke kos faya, tapi saat itu laen, kami jalan bareng Cuma sampe gyga comp, dia mo beli CD
"fa, nanti sore aku berangkat ke bali"
waaa fa kaget, Jadilah saat itu kami nangis Bombay di gang senggol. diha selalu memendam sendiri perasaannya, tanpa terkecuali di saat saat seperti itu, dia tetap berusaha menyembunyikan air matanya walau semut semut di dindingpun tahu bahwa ada bulir bulir kristal bening mengalir dari balik kacamatanya.
saat itu kami berdua sedang getol jatuh bangun mengejar ‘sesuatu’ . sampe sekarang masih jelas dalam ingatan faya bagaimana ekspresi, lokasi & suasana saat dia bilang "lanjutkan perjuangan kita, aku nggak bisa, ifa kudu bisa". maknanya dalam buanget.
Fa maksa ikut dia pulang, tapi ditolak mentah mentah. Sampe rumah malah fa nangis tergugu. ‘Jangan mengulang kesalahan yang sama walau lain orang’.
Akhirnya fa nyusul ke rumahnya.
Dia kaget, fa sih cuek aja, nggak mungkin juga di usir, kan ada emaknya sebagai heroku. Yang pasti, saat itu fa nggak lupa bawa foto foto terbaruku, begronnya di inet keramat kami dengan berbagai pose. Hehehe kalo ingat itu fa heran banget kiy, mo pisah pisah kok ya masih ingat foto gitu loh
"diha, kalo kangen aku liatin foto ini ya. Kalo kangen inet liatin yang ini"
travel yang janjinya jemput jam 3 malah datang selepas magrib. Dari sore fa udah diusir usir tuh, emaknya khawatir kalo fa pulang malem. Faya sih bablas ae, muka tembok, pokoe kudu ikut melepas kepergian diha.
Setelah pandangan mata tak mampu menjangkaunya baru deh fa pamit
"umik, saya mau pulang"
menjelang lebaran fa sering telp rumahnya, kata emaknya sih dia pulang H-1. waaa nggak bisa ketemu, fa udah di mojokerto.
Lebaran, fa telp dia. Bergosip khas ibu ibu. Hihihi syukur deh, dihaku masih seperti yang dulu, nggak ketukar bule bule asing.
"diha balik kapan"
"sabtu"
"waaa gimana sih, nggak bisa ketemu lagi. &*(%$" ngomel ngomel
"gimana nih fa, aku bawain sesuatu buat kamu"
"aduhh jadi terharu" beneran, nggak pake boong. Bukan masalah oleh olehnya, tapi ini menyangkut hati & perhatian
"ya wes gak pa pa, ntar tak ambil ke umik ajah, jangan lupa pic cantiknya rek"
tapi sampe saat ini fa blom pigi rumah diha.